Hari itu Madinah gempar. Apa pasal? Mereka mendengar Umar bin Khattab ra. menebas kepala seorang muslim yang mengadukan perkara kepadanya. Tentu saja para sahabat banyak yang menyayangkan keputusan Umar ra. yang nampak gegabah dan “berdosa”–sebab membunuh seorang muslim dosanya sangatlah besar. Seperti disebutkan dalam hadis rasulullah SAW:
Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan Rasulullah SAW pun hanya terdiam. Beliau tidak menghukumi Umar ra. Beliau menunggu turunnya firman Allah SWT tentang hal ini. Dan ternyata, firman Allah SWT yang turun ini malah terkesan membenarkan Umar ra. Apa firman Allah itu? Ialah Ayat ke 65 dari Surah An Nisa yang berbunyi:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa: 65).
Di dalam kitab beliau Asbabun Nuzul, al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi rhm. menuliskan tentang hal ini pada halaman 176-178 sebagai berikut:
Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bahkan Rasulullah SAW pun hanya terdiam. Beliau tidak menghukumi Umar ra. Beliau menunggu turunnya firman Allah SWT tentang hal ini. Dan ternyata, firman Allah SWT yang turun ini malah terkesan membenarkan Umar ra. Apa firman Allah itu? Ialah Ayat ke 65 dari Surah An Nisa yang berbunyi:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisa: 65).
Di dalam kitab beliau Asbabun Nuzul, al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi rhm. menuliskan tentang hal ini pada halaman 176-178 sebagai berikut:
Ibu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa Abdul Aswad berkata,”Dua orang mengadukan perselisihan mereka kepada Rasulullah SAW agar diberi keputusan. Lalu Rasulullah SAW memutuskan perselisihan mereka tersebut. Setelah itu orang yang kalah berkata,’Kita adukan hal ini kepada Umar agar diputuskan olehnya.’ Lalu keduanya menemui Umar. Kemudian pihak yang menang berkata,’Rasulullah SAW memenangkan saya atas orang ini. Lalu dia mengajak saya untuk menyerahkannya kepadamu agar engkau memutuskannya.’ Lalu Umar bertanya kepada pihak yang kalah,’Apakah benar demikian?’ Dia menjawab,’Ya, benar.’
Maka Umar berkata,’Tunggulah di sini hingga saya datang untuk memutuskan perselisihan kalian ini.’ Kemudian Umar masuk ke rumah. Tak lama kemudian dia keluar dengan menghunus pedangnya. Lalu dia menebas orang yang mengajak untuk menyerahkan perkara itu kepadanya hingga mati. Lalu Allah menurunkan firman-Nya,’Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman…,’hingga akhir ayat.”
Hadis ini mursal dan ghariib (lihat posting tentang hadis di sini). Di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah. Namun hadis ini mempunyai penguat yang diriwayatkan oleh Rahim dalam tafsirnya dari jalur Utbah bin Dhamrah dari ayahnya.
***
Bagaimana Sobat? Sudah bisakah Sobat memetik ibrah (pelajaran) dari cerita di atas? Supaya lebih jelas, Ane ingin memberikan benang merah yang berhasil Ane tarik dari cerita di atas. Ingat, ini sekedar pendapat Ane. Jika baik silahkan diterima, dan jika salah, Ane mohon Sobat bisa mengingatkan dan mengemukakan kritik Sobat di kota Comment di bawah. Sebab Muslim yang baik selalu mengingatkan saudaranya dalam hal kebaikan dan mencegah saudaranya dari kemunkaran. OK?
***
Sesungguhnya Umar memanglah benar. Karena pada hakikatnya dia tidak membunuh seorang muslim, melainkan seorang kafir. Kenapa? Ya apa lagi sebutannya buat orang yang mengingkari kebenaran dari Rasulullah SAW? Bukankah berarti ia tidak lagi menaati Rasulnya dan menganggap bahwa Rasul itu bukanlah orang yang adil? Na’udzubillah summa na’udzubillah min dzalik.
Nah. Kita lihat, orang yang tidak mau menuruti keputusan Rasulullah SAW dalam perkara yang amat sangat sepele (dalam riwayat lain juga disebutkan lelaki itu mengadukan tentang pengairan sawahnya kepada Rasulullah–Asbabun Nuzul: 176-178). Artinya dia tidak mau mengikuti aturan agamanya dalam masalah dunia. Lalu apa yang dilakukan Umar ra. kepadanya? Umar ra. memenggal kepala orang itu, kan?
Lalu bagaimana dengan kita sekarang? Seperti apakah perbuatan kita sekarang? Sudahkah kita meletakkan dasar-dasar peraturan agama dalam setiap jengkal langkah dan detik kehidupan kita? Atau malah kita hanya meletakkan agama di masjid saja? Di luar masjid, agama itu omong kosong, tidak ada gunanya, usang, kuno. Na’udzubillah min dzalik.
Lalu bagaimana dengan kita sekarang? Seperti apakah perbuatan kita sekarang? Sudahkah kita meletakkan dasar-dasar peraturan agama dalam setiap jengkal langkah dan detik kehidupan kita? Atau malah kita hanya meletakkan agama di masjid saja? Di luar masjid, agama itu omong kosong, tidak ada gunanya, usang, kuno. Na’udzubillah min dzalik.
Sungguh, di zaman sekarang ini memang kita sering tidak ingin diatur oleh agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam masalah pemerintahan, kita lebih memilih model pemerintahan sekularisme dan liberalisme. Dalam hal berpakaian, kita hanya berpakaian seperti seorang muslim ketika datang ke masjid. Kita tidak memanjangkan jeggot karena takut nanti di sangka teroris. Atau dalam hal memutuskan perselisihan, waris, zina, cerai, dan permasalahan rumah tangga, serta masalah-masalah duniawi lainnya, kita lebih memilih hukum-hukum yang amat sangat jauh dari Agama kita. Bahkan sepertinya Agama sudah kita buang jauh-jauh dari hadapan kita ketika kita berada di urusan dunia.
Ada cerita tentang seorang wanita yang bekerja sebagai karyawati. Setiap hari pakaiannya selalu ketat, menampakkan lekuk-lekuk tubuhnya dan terkadang juga memakai baju dan bawahan yang pendek sekali. Ketika wanita ini sholat di masjid–pakai jilbab dan mukena tentunya–ditanya oleh wanita di sebelahnya. “Mbak, kalo di sini pake jilbab, kok di luar buka-bukaan?”
Apa jawab wanita itu?
Apa jawab wanita itu?
”Wah. nggak bisa gitu dong, Mbak. Kalau di sini (masjid) ya harus menutup aurat. Kan malu dilihat Allah. Tuh, liat ada tulisannya di depan,” kata si Mbak karyawati ini sambil menunjuk kaligrafi Allah SWT di bagian depan masjid.
Lucu, kan? Mbak karyawati ini sepertinya menganggap bahwa Allah hanya ada dan mengawasi manusia di masjid. Sedangkan di luar masjid, Allah tidak ada dan tidak akan mengawasinya. Na’udzubillah. Tidakkah si mbak ini tahu bahwasanya Allah SWT itu Maha Melihat lagi Maha Mengetahui?
Masih banyak lagi contoh di kehidupan kita yang menunjukkan kesan seakan-akan kita tidak ingin di atur oleh agama dalam kehidupannya di luar masjid. Tidakkah kita baca firman Allah di atas? Bahwa kita itu BELUM BERIMAN kalau kita belum ikhlas menerima apa yang diputuskan Rasulullah SAW dalam perselisihan dan permasalahan dunia. Apa putusan Rasulullah SAW? Yaitu hadis beliau yang banyak tersebar dalam berbagai kitab hadis. Tidak inginkah kita menuruti ajaran Rasulullah SAW? Tidak takutkah kita jika seperti bangsa-bangsa terdahulu yang hancur karena memusuhi Rasulullah SAW, seperti yang disebutkan dalam salah satu hadis beliau:
Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh).” (HR. Bukhori dan Muslim)
Padahal kita selama ini jika ditanya:
“Saudara-saudara. Anda percaya dengan akhirat?”
“Percayaaa...”
“Di akhirat itu ada apa saja?”
“Surga dan nerakaaa...”
“Ingin masuk surga atau neraka?”
“SURGAAAAA...”
Tapi amalan untuk menuju surga sering kita tinggalkan. Na’udzubillah.
Ustadz Felix Siauw pernah mengemukakan dalam sebuah seminar yang baru-baru ini diselenggarakan di salah satu PTN terkemuka di Kalimantan Selatan:
Dulu waktu saya masih jahiliyah, saya dan seorang sahabat yang sama-sama jahiliyah saling sharing. Sahabat saya bilang,”Lix, orang Islam itu kalau nggak masuk surga bener-bener keterlaluan.”Islam adalah agama paling kompleks di dunia. Islam sudah mengatur Umatnya bahkan dalam lini terkecil kehidupan. Masuk WC, berhubungan suami-istri, makanan dan minuman, kebersihan diri, bahkan keluar-masuk rumah, naik-turun kendaraan, memakai sandal. Subhanallah! Adakah agama di dunia ini yang mengatur Umatnya sampai segitunya?
“Lho, kenapa?”
“Iya, dong! Masak, mau masuk WC aja baca do’a, dapat pahala. Terus keluar WC baca do’a, dapat pahala. Sehari lima kali ke WC, udah berapa pahalanya? Mau berhubungan ada do’anya, dapat pahala. Habis berhubungan baca do’a ada pahalanya. Pakai baju baca do’a. Bercermin baca do’a. Gimana coba? Gampang banget dapat pahala!”
Benar kata sahabat Ustadz Felix di atas. Rugi kita kalau tidak masuk surga. Kenapa? Karena Rasulullah SAW sudah memberikan contoh perilaku agar kita menjadi penghuni surga dalam hal-hal kecil di kehidupan kita sehari-hari. Lalu, sekarang, kalau kita ingin ke surga, sudahkah langkah-langkah kecil menuju surga itu kita tapaki? Sebab jalan menuju surga itu bukan hanya dengan melaksanakan rukun Islam TOK. Ada hal-hal kecil yang akan melengkapi keindahan surga itu bagi kita. Jalan satu-satunya adalah memasukkan kembali agama ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebab agama-lah yang nantinya akan menjaga kita dari kesalahan-kesalahan kecil yang bisa menyebabkan kaki-kaki kita tergelincir ketika menapaki Shiratal Mustaqim. Sekarang, kalau Umar bin Khattab ra. masih hidup, masihkah kita tegak berdiri di atas bumi ini?
Wallahu a’lam bis shawab.
Sumber:
1. Asbabun Nuzul - al-Imam Jalaluddin as-Suyuthi
2. Shahih Bukhari-Muslim
3. Bulughul Maram
di indonesia hnya islam yg tdk boleh dijalankan 100%
BalasHapuspmerintahhnya mngurus mslah nikah, cerai, dan rujuk
ckckck
Bujur tu akh ai..
BalasHapusbarangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang allah turun kan maka itulah orang2 yang kafir.(al maidah 44)
BalasHapus