Beberapa hari belakangan ini beberapa orang teman sedang ramai membahas ibadah-ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (baca: bid'ah), khususnya yang sering juga ane lakukan dulu waktu masih ikut tarekat-tarekat dan belum belajar Islam lebih dalam. Diantara yang dibahas adalah sholat hadiah dan melaksanakan ibadah di kuburan.
Yang ingin ane kemukakan disini bukan hasil pembahasan kami beberapa hari belakangan, melainkan sebuah pemikiran yang menghantui saya beberapa bulan ini dan belum sempat dikeluarkan.
Setelah melakukan muhasabah diri, mengingat-ingat bagaimana dulu ketika masih menjadi orang yang malas menuntut ilmu agama, saya sampai pada kesimpulan, bahwa ketika ane melaksanakan ibadah yang tidak ada tuntunan yang shahih dari pembawa ajaran agama ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, ane cenderung menyepelekan dengan ibadah-ibadah yang benar-benar ada tuntunannya, dan merasa ane sudah cukup berislam dengan mengerjakan ibadah-ibadah bid'ah tersebut.
Misalnya saja ketika ane mengerjakan yasinan setiap malam jum'at, setidak-tidaknya dari hari senin sampai rabu ane akan malas membaca al quran, karena berpikiran, "toh nanti malam jum'at yasinan juga, baca quran juga." Atau ketika ane puasa nisfu sya'ban. Ane sudah merasa hebat sekali bisa berpuasa di hari itu, lalu menyepelekan puasa-puasa lain seperti puasa ayyamul bidh (3 hari di pertengahan bulan), puasa syawal, puasa senin-kamis, bahkan puasa arafah yang fadilahnya menghapuskan dosa setahun yang lalu dan yang akan datang (HR. Muslim 1162).
Lebih jauh lagi, ketika ane ikut tahlilan, ane lalu beranggapan tahlilan itu sudah cukup berzikir, lalu melalaikan zikir pagi sore dan zikir sebelum tidur. Atau ketika ane ikut memperingati maulid, merasa cukup dan yakin bahwa dengan itu ane sudah menunjukkan cinta ane kepada junjungan kita Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, lalu tidak mau belajar sirah nabawiyah, tidak juga memperbanyak shalawat di hari jum'at, dan tidak mencari tahu lebih banyak tentang kisah hidup dan tuntunan beliau shallallahu alaihi wasallam.
Atau juga ketika ane mengerjakan shalat dua raka'at antara dua azan shalat jum'at, seringkali ane malah jadi malas sholat ba'diyah jum'at, padahal Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menekankan hal itu (lihat HR. Muslim No. 881-882). Pun ketika ane bertawassul "ngalap berkah" ke kuburan wali, ane malah jadi malas shalat lima waktu ke masjid, hubungan dengan orang tua pun kurang baik. Padahal shalat lima waktu berjama'ah adalah sunnah yang sangat ditekankan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, pun menjaga hubungan baik dengan orang tua banyak sekali terdapat ayat al quran dan hadis yang memerintahkan hal ini.
Tentu ini hanya pengalaman pribadi ane ketika masih dalam fase jahiliyah dulu. Mungkin banyak diantara sobat sekalian yang tidak demikian, wallahu a'lam. Tapi mari kita coba muhasabah diri lagi, adakah kita seperti yang dijabarkan di atas?
Maka benarlah perkataan seorang tabi'in yang kurang lebih bermakna,
"Tidaklah suatu kaum melakukan suatu perkara yang diada-adakan dalam urusan agama mereka (bid’ah) melainkan Allah akan mencabut suatu sunnah yang semisal dari lingkungan mereka. Allah tidak akan mengembalikan sunnah itu kepada mereka sampai kiamat”Mari kita coba renungi kembali, jangan-jangan kita selama ini menyepelekan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan merasa cukup beramal seperti kebanyakan orang? Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang disebutkan dalam surah al kahfi 103-105 sebagai orang-orang yang merugi, padahal kita merasa sudah banyak sekali berbuat kebaikan. Wallahul musta'an.
Banjarbaru, 16 April 2017
Komentar
Posting Komentar
Dimohon dengan sangat comment-nya, ya :D Kritikan, cacian, makian, protes yang membangun sangat diharapkan demi kebahagiaan kita bersama.