Kata yang begitu sederhana. Hanya terdiri dari tiga huruf I, B, dan U. Namun menyebutnya dikala ia tiada sungguh terasa membuncah di dada. Mengenangnya dikala ia jauh dari mata sungguh membuat kepala tertunduk. Mata ini terpejam mengingatnya. Satu nama yang selalu terkenang. Dialah awal dari kehidupan. Yang memberikan kita setetes airmata kebahagiaan. Menyunggingkan senyum di tengah kesedihan.
Ibu,
Dengan airmata terurai kutulis catatan ini. Untuk mengenangmu, satu hati yang selalu kurindu. Satu hati yang selalu kuinginkan dalam hidupku. Sebagai tempat berlabuh. Tempat mengurai segala keluh, kesah, lara, dan gundah. Sungguh tiada dua yang mampu menghadirkan cinta serupa, dengan apa yang telah kau persembahkan untuk anakmu.
Ibu,
Dengan tangis tersedu kuurai catatan ini. Dari satu hati yang tulus, penuh maaf, penuh do'a dan harap
Anakmu ini terlalu lama menjauh darimu. Memintal benang benci dan egoisme diri serta kekerasan hati kepada cinta dan citamu. Oh, sungguh bersalahnya daku. Melihatmu tlah meninggalkanku tanpa seucap maaf pun keluar dari bibir kering nan kaku ini. Hanya karena keras hatiku. Hanya karena keegoanku. Dan hanya karena keinginanku untuk tak menjadi seperti yang kau mau di bawah kendalimu.
Ibu,
Ampuni anakmu ini yang tak tahu diri. Selalu membuatmu bersedih hati. Selalu membohongimu tatkala dikau jauh disisi. Selalu mengucap tidak pada pintamu yang berat untuk kupenuhi. Selalu berkata uh, saat kau memanggilku. Berkata kasar padamu. Menentangmu.
Ibu,
Di hari ini. Meski kau pun tiada di sisi. Izinkan mata ini mengurai air mata yang mengalir sepanjang Sungai Musi. Biarkan tangis ini menggelegar seguruh halilintar dikala badai berkobar. Biarkan isak ini turun deras berdebur kencang, bak ombak ganas menabrak karang. Bagaikan topan yang menghantam segala dosaku, segala kesalahanku, dan menggantikannya dengan pelangi maaf darimu.
Ampuni aku, ibu.
Banjarbaru, 22 Desember 2010
Ibu,
Dengan airmata terurai kutulis catatan ini. Untuk mengenangmu, satu hati yang selalu kurindu. Satu hati yang selalu kuinginkan dalam hidupku. Sebagai tempat berlabuh. Tempat mengurai segala keluh, kesah, lara, dan gundah. Sungguh tiada dua yang mampu menghadirkan cinta serupa, dengan apa yang telah kau persembahkan untuk anakmu.
Ibu,
Dengan tangis tersedu kuurai catatan ini. Dari satu hati yang tulus, penuh maaf, penuh do'a dan harap
Anakmu ini terlalu lama menjauh darimu. Memintal benang benci dan egoisme diri serta kekerasan hati kepada cinta dan citamu. Oh, sungguh bersalahnya daku. Melihatmu tlah meninggalkanku tanpa seucap maaf pun keluar dari bibir kering nan kaku ini. Hanya karena keras hatiku. Hanya karena keegoanku. Dan hanya karena keinginanku untuk tak menjadi seperti yang kau mau di bawah kendalimu.
Ibu,
Ampuni anakmu ini yang tak tahu diri. Selalu membuatmu bersedih hati. Selalu membohongimu tatkala dikau jauh disisi. Selalu mengucap tidak pada pintamu yang berat untuk kupenuhi. Selalu berkata uh, saat kau memanggilku. Berkata kasar padamu. Menentangmu.
Ibu,
Di hari ini. Meski kau pun tiada di sisi. Izinkan mata ini mengurai air mata yang mengalir sepanjang Sungai Musi. Biarkan tangis ini menggelegar seguruh halilintar dikala badai berkobar. Biarkan isak ini turun deras berdebur kencang, bak ombak ganas menabrak karang. Bagaikan topan yang menghantam segala dosaku, segala kesalahanku, dan menggantikannya dengan pelangi maaf darimu.
Ampuni aku, ibu.
Banjarbaru, 22 Desember 2010
Komentar
Posting Komentar
Dimohon dengan sangat comment-nya, ya :D Kritikan, cacian, makian, protes yang membangun sangat diharapkan demi kebahagiaan kita bersama.