Langsung ke konten utama

Rezeki Kita Sudah Dijamin oleh Allah


Setiap manusia sudah dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Bahkan, tidak hanya manusia, tapi seluruh makhluk yang ada di alam ini, meski sekecil apapun, telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Simaklah firman Allah yang Artinya: “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS Huud, 11:6)
Pada ayat lain Allah SWT menerangkan:
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS Al Ankabut, 29:60).
Kedua ayat tersebut dengan tegas menyatakan bahwa setiap makhluk, terlebih manusia, telah dijamin rezekinya oleh Allah SWT. Dialah yang menciptakan rezeki dan membagi-bagikannya kepada seluruh makhluk-Nya. Oleh karena itu, kita tidak perlu risau mengenai rezeki. Buat apa kita merisaukan rezeki, padahal Allah SWT telah menjaminnya?
Imam Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam menulis, “Jangan merisaukan apa yang sudah dijanjikan Allah kepada kita. Akan tetapi, risaukanlah jika kita lalai menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita.”
Allah SWT menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adz Dzariyat, 51:56). Agar kita bisa beribadah kepada Allah SWT dengan optimal, kita perlu makan supaya tubuh kita sehat dan bugar. Kita juga perlu pakaian untuk menutup aurat. Dan kita juga perlu tempat untuk melaksanakan ibadah. Oleh karena itu, sudah pasti Allah SWT menjamin segala yang kita butuhkan agar kita dapat melaksanakan kewajiban beribadah kepada-Nya dengan optimal. Tidak mungkin Allah SWT mewajibkan kita beribadah kepada-Nya, tetapi Dia tidak menjamin apa-apa yang menjadi kebutuhan kita untuk dapat beribadah kepada-Nya dengan optimal.
Ilustrasinya begini, seorang majikan yang menyuruh pembantunya untuk menimba air, sudah pasti ia akan memenuhi kebutuhan makan pembantunya agar si pembantu tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Demikian pula halnya jaminan rezeki dari Allah SWT bagi kita. Allah menyuruh kita beribadah, sudah pasti Dia memberikan pula rezeki agar kita bisa beribadah dengan baik. Misalnya, untuk shalat kita harus menutup aurat, maka sudah pasti Allah memberikan rezeki pakaian kepada kita. Untuk puasa, kita perlu makan sahur. Maka sudah pasti Allah SWT memberikan rezeki makanan kepada kita.
Allah SWT menganjurkan kita bersedekah. Maka sudah pasti Allah memberikan kelebihan rezeki kepada kita agar bisa istiqamah bersedekah. Singkatnya, untuk dapat melaksanakan kewajiban sebagai hamba, kita memerlukan tubuh yang sehat dan bugar, keuangan yang cukup, dan sarana pendukung lainnya. Dengan demikian, sudah pasti Allah SWT menjamin rezeki kita. Allah menjamin segala kebutuhan kita. Dia Maha Tahu atas segala kebutuhan makhluk-Nya.
Bukankah saat kita dalam kandungan ibu, meskipun tidak bekerja kita tetap mendapat rezeki? Buktinya kita terus tumbuh membesar dalam kandungan ibu sampai waktu melahirkan tiba. Saat lahir, ari-ari (plasenta) kita dipotong oleh bidan atau dokter, padahal itulah yang selama ini menjadi saluran makanan bagi kita. Namun pada kenyataannya, kita tidak panik karena Allah SWT telah menyiapkan rezeki lain bagi kita, yaitu ASI. Setelah dua tahun meyusu, ternyata kita tetap mendapat rezeki melalui perantara kedua orang tua sehingga kita tumbuh dewasa sampai sekarang.
Oleh karena itu, kita harus husnuzhan (berbaik sangka) kepada Allah SWT bahwa Dia Maha Penjamin seluruh hamba-Nya. Dalam sebua hadis Qudsi, Allah SWT berfirman, “Aku berdasarkan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku (Ana ‘inda zhanni ‘abdi bi).”
Yakinlah akan jaminan rezeki dari Allah SWT. Jangan risau atau ragu dengan rezeki yang sudah menjadi jaminan Allah. Akan tetapi, pikirkanlah bagaimana kita bisa menyempurnakan kewajiban-kewajiban untuk istiqamah beribadah kepada-Nya.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Al Fusshilat, 41:30)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar bin Khattab Menebas Kepala seorang Muslim

Hari itu Madinah gempar. Apa pasal? Mereka mendengar Umar bin Khattab ra. menebas kepala seorang muslim yang mengadukan perkara kepadanya. Tentu saja para sahabat banyak yang menyayangkan keputusan Umar ra. yang nampak gegabah dan “berdosa”–sebab membunuh seorang muslim dosanya sangatlah besar. Seperti disebutkan dalam hadis rasulullah SAW: Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Buat Apa sih LKMM itu? Nggak Penting Banget!

Buat sahabat semua, baik yang pro ataupun kontra dengan pendapat Ane. Ane terbuka aja. Ini adalah negara bebas. Kita bebas untuk berpendapat seperti yang dijamin oleh UUD 1945 (Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D Ayat 1 dan 2, Pasal 28E Ayat 2 dan 3, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I ayat 1,2,4 dan 5, serta pasal 28J) selama jangan asal bunyi dan tanpa dalil. Ane memberikan kesempatan untuk berdiskusi lebih jauh. Silahkan comment aja di  blog Ane , e-mail Ane , atau  Wall FB Ane disana juga ada nomor kontak Ane yang bisa dihubungi. OK? *** Satu bulan terakhir ini adalah masa-masa gejolak pergolakan keimanan Ane di perantauan. Ada dua hal bertentangan yang amat sangat mengganggu pikiran Ane dan mungkin juga Mahasiswa MIPA 2010 lainnya. Sebuah acara yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (yang katanya suatu badan yang demokratis) untuk para Mahasiswa baru 2010, yang (katanya) akan menjadi hal yang berguna buat masa depan para Mahasiswa baru.

Aku Malu Jadi Orang Indonesia

Sebenarnya note ini sudah lama sekali ditulisnya, kira-kira sejak sebelum Ujian Nasional. Kala itu kalau tidak salah ada begitu banyak berita tentang korupsi para pejabat negara di Televisi. Entah apa yang ada di pikiran Ane saat itu. Tapi yang pastinya note ini tertuang dengan berbagai macam campuran rasa di dalam dada: sedih, kesal, marah, berang, muak, kasihan, de-el-el, de-es-be, de-es-te. So, chekidot. Aku malu jadi orang Indonesia yang suka menjilat Aku malu jadi orang Indonesia yang suka korupsi Aku malu jadi orang Indonesia yang suka mencuri Aku malu jadi orang Indonesia yang suka maling tapi teriak maling Aku malu jadi orang Indonesia yang suka bicara tapi sedikit bertindak Aku malu jadi orang Indonesia yang suka menghayal tapi tidak pernah bergerak