Dari posting sebelumnya menurut Ane kiranya Sobat muda sekalian sudah paham dengan kriteria pemimpin yang sesungguhnya. Nah, disini, Ane ingin mengutarakan pemikiran Ane tentang hal-hal apa saja yang sebaiknya dilakukan untuk menggembleng para calon khalifah. Untuk mencukupi syarat-syarat diatas, kiranya tiga hari itu adalah sama sekali tidak cukup untuk mendidik kita menjadi pemimpin yang benar-benar tangguh dan mumpuni.
1. Hendaknya pemimpin itu belajar untuk bisa membaca, hafal, tahu arti, mengerti isi dan mengamalkan Al Quran dalam kehidupan sehari-hari. Karena Al Quran adalah dasar hukum kita yang paling utama dan alangkah baiknya kita tidak lagi meragukan isinya. Meminjam kata-kata dari seorang murabbi: “Al Quran itu kitab suci paling benar dan paling virgin (suci) yang eksis saat ini. Kenapa? Karena di awal pembukaannya saja Allah sudah menyatakan bahwa tidak ada keraguan di dalamnya (QS. Al Baqarah: 2). Dan kita juga sudah ditantang untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al Quran (QS. Al Baqarah: 23). Tuh, kan. Sombong betul?
Ya iyalah. Orang yang bikin aja Allah SWT pemilik segala dan hanya Dia yang boleh sombong.” Jadi ketika seorang pemimpin sudah bisa membaca, mengerti dan mengamalkan Al Quran, maka ia akan berpijak di atas landasan hukum yang tiada tandingannya. Dan ia akan mampu menyelesaikan segala macam persoalan karena ia sendiri kokoh tiada tanding.
Ya iyalah. Orang yang bikin aja Allah SWT pemilik segala dan hanya Dia yang boleh sombong.” Jadi ketika seorang pemimpin sudah bisa membaca, mengerti dan mengamalkan Al Quran, maka ia akan berpijak di atas landasan hukum yang tiada tandingannya. Dan ia akan mampu menyelesaikan segala macam persoalan karena ia sendiri kokoh tiada tanding.
2. Hendaknya pemimpin itu belajar untuk bisa mengatur waktu. Dan sesungguhnya pengaturan waktu yang paling utama itu adalah sholat kita. Buat apa kita belajar manajemen waktu jika sholat kita masih kocar-kacir? Maka dari itu, alangkah eloknya seorang pemimpin itu memperindah keteraturan waktu sholatnya. Ketika Allah SWT menyerunya untuk menghadap, seorang pemimpin harus mau bersegera mendatangi seruan itu dan berjama’ah di masjid (selengkapnya baca disini). Lebih baik lagi kalau sampai tertanam dalam hatinya bahwa ketika ia datang ke masjid dan melihat orang sudah rukuk (ia ketinggalan satu rakaat), ia akan menyesal sedalam-dalamnya. Kenapa ia masih mendahulukan dunia ketimbang kewajiban kepada Yang Maha Kuasa?
3. Hendaknya pemimpin itu belajar untuk mengetahui hukum-hukum Islam (Fiqh Islam) beserta dalil-dalil dan landasan-landasannya. Hal ini kiranya berguna untuk membentuk dirinya menjadi seorang pemimpin yang bisa menjalankan syariat Islam dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga terbentuklah seorang pemimpin yang kepemimpinannya diridhai oleh seluruh umat dan juga Allah SWT.
4. Hendaknya seorang pemimpin itu diajarkan untuk memiliki keberanian dan ketegasan dalam mengungkapkan kebenaran, bukan hanya keberanian untuk sekedar mengemukakan pendapat. Dan sekarang, sudah banyak training-training dari berbagai macam trainer, khususnya di perusahaan-perusahaan, untuk membentuk orang-orang yang pemberani. Dan ternyata, training mereka itu tidak disertai dengan proses marah-marah–walaupun sesungguhnya nanti mereka juga akan dimarahi Bos jika kinerja mereka buruk–yang menyakitkan hati. Dan jika kita ingin flash back ke masa para pendahulu kita, para pemimpin-pemimpin Islam generasi abad ke 13-14 M seperti Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, Iskandar Zulkarnain, Thariq bin Ziyad, dan sebagainya, Ane belum pernah mendengar mereka mendapatkan pendidikan kekerasan. Yang Ane pernah baca, mereka itu “hanya” diperdengarkan kisah-kisah kehebatan Umar bin Khattab ra. Mereka diceritakan kisah-kisah ketauhidan Bilal bin Rabah ra., atau kejeniusan Siti Aisyah ra., dan para sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang memang bisa dijadikan contoh teladan. Dan buktinya, hanya dengan diceritakan seperti itu, mereka mengalami pembentukan mental yang luar biasa, sampai Thariq bin Ziyar bisa menaklukkan Afrika. Sampai Muhammad Al Fatih bisa membuktikan janji Rasulullah SAW tentang pembebasan konstantinopel (Instanbul, Turki–sekarang). Mereka adalah contoh-contoh nyata bagi para pemimpin Islam masa kini.
5. Seorang pemimpin alangkah baiknya memiliki kerendahan hati. Sebab kita adalah manusia, tempatnya salah dan khilaf. Ia harus punya kesadaran untuk mengakui kesalahannya, karena kita sering kali bisa tesulait (banjar–salah). Bahkan seorang Umar pun ketika menetapkan hukum besarnya mahar untuk pernikahan di hadapan rakyatnya, dan tiba-tiba seorang wanita tua menegurnya dengan keras. Para pengawal dan sahabat Umar sudah akan menangkap si wanita tua. Tap apa kata Umar? Umar berkata,”wanita itu benar dan Umar lah yang salah.” Atau pernah dengar cerita seorang sahabat yang mengkritik kebijakan Rasulullah SAW soal penempatan kemah pasukan pada saat perang Badar. Sungguh, ini adalah Rasulullah SAW yang dikritik. Tapi beliau malah mengakui kebenara pendapat sahabat itu.
6. Seorang pemimpin alangkah baiknya memiliki adab. Kita sering lalai ketika berhadapan dengan manusia. Kita sering berkata-kata menyakiti. Seringkali lewat di depan orangtua, guru atau dosen, tapi muha karas. Sering meminta bantuan kepada teman tapi tidak pakai kata tolong (untuk ini silahkan baca di sini). Lupa meminta maaf di akhir perjumpaan. Dan juga lupa bagaimana adab pergaulan antara sesama muslim.
7. Seorang pemimpin hendaknya sensitif terhadap permasalahan umat dan juga keadaan lingkungan di sekitarnya. Hal ini dapat dilatih dengan memurnikan hati dan membuka pikiran jangan hanya memandang suatu masalah dari satu sudut pandang.
Sepertinya itulah kriteria saya dalam melakukan kaderisasi terhadap para calon pemimpin. Karena yang harus dihasilkan dari pelatihan kepemimpinan itu hendaknya jangan sekedar orang yang bisa memimpin dirinya sendiri atau suatu kelompok tertentu. Melainkan seorang pemimpin yang bisa memimpin Umat dan juga seluruh dunia.
Membentuk pemimpin yang seperti itu tidaklah mudah. Perlu bertahun-tahun dan perlu pembelajaran yang istiqomah. Dan lagi, pelatihan untuk menjadi seperti kriteria yang diharapkan tidak bisa hanya dilatih orang yang biasa-biasa saja, dengan niatan yang biasa-biasa saja, dan cara yang biasa-biasa saja. Harus ada orang yang datang dengan niatan yang tidak biasa dan punya mental serta cara yang luar biasa. Sehingga output yang dihasilkan nantinya adalah pemuda-pemudi Islam yang siap untuk menggoncangkan dunia.
Wallahu a’lam bis shawab.
Komentar
Posting Komentar
Dimohon dengan sangat comment-nya, ya :D Kritikan, cacian, makian, protes yang membangun sangat diharapkan demi kebahagiaan kita bersama.