Langsung ke konten utama

Nasi Campur & Rasa Syukur


Tadi sore, minggu 15 Mei 2011, dengan penat masih melekat di badan sehabis mengikuti seminar yang diadakan oleh Forum Lingkar Pena wilayah Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Ane tiba di rumah dalam keadaan mengantuk dan lapar. Alhamdulillah, Allah masih melindungi Ane sepanjang perjalanan dan menyampaikan Ane di rumah penuh kenangan. Karena lapar, berangkatlah Ane membeli nasi bungkus di dekat rumah. Maksudnya biar bisa dimakan sembari nonton Moto GP di Televisi.
Makan bareng Akh Fathur, saudara serumah, dengan lahapnya. Tapi ada satu permasalahan. Akh Fathur makannya nggak habis. Haduh, gimana nih, aktivis kok makannya nyisa? Katanya makanannya terlalu pedas, jadi dia cepat kenyang. Hedeh, akhirnya Ane habiskan aja dah lebihan makanan itu. Mumpung masih lapar :^_^
Tapi, bukan  itu yang pengin Ane sampaikan ke Sobat sekalian. Melainkan, sesungguhnya ada filosofi kehidupan yang mungkin sederhana, tapi bisa jadi merupakan sesuatu yang bisa membuat kita jadi orang paling bahagia sedunia. Filosofi sederhana yang bisa kita ambil dari sebungkus nasi yang tidak habis adalah cara kita bersyukur kepada semua pemberian Allah SWT.
Ya, perjalanan membeli nasi bungkus itu adalah proses usaha kita untuk menggapai impian dan harapan kita dalam hidup di dunia ini. Sebelum berangkat, kita sudah harus punya uang, artinya kita punya modal yang kita keluarkan untuk meraih harapan itu. Selanjutnya, kita menaiki kendaraan atau jalan kaki ke warung yang hendak dituju. Artinya kita harus punya cara untuk mencapai impian itu, baik cara yang mudah, ataupun sulit. Kita juga harus bisa memilih jalan yang tepat untuk kita tuju. Jika dikondisikan harus belok, maka beloklah, jangan lurus aja. Kalau begitu mana kita bisa sampai di tujuan? Dan terakhir, di warung, kita masih harus menunggu makanan itu dibungkuskan. Kan nggak mungkin yang punya warung ketika kita datang langsung ngasih bungkusan nasi (emang penjualnya dukun yang bisa tahu kemauan pembelinya tanpa diutarakan?) Yang terakhir ini disebut proses menunggu yang harus diberi bumbu kesabaran dan tawakkal kepada Allah SWT.
Nah, sekarang proses yang paling ditunggu-tunggu. Taraa… menikmati hidangan yang telah kita dapatkan. Atau dalam kehidupan ini menikmati pemberian yang telah Allah berikan. Orang tua kita selalu mengajarkan untuk menghabiskan makanan yang terhidang di hadapan kita. Apa pun rasanya makanan itu, pedas, manis, pahit, asam, asin, itu adalah makanan yang kita pesan dan kita inginkan. Kalau kita tidak menginginkan makanan itu, kenapa kita pesan dan beli di warung tadi? Begitu juga dengan pemberian Allah SWT berupa hasil usaha kita. Entah ia sesuai dengan harapan kita atau tidak, ia tetap harus disyukuri dengan dihabiskan dan dipergunakan sebagaimana mestinya demi kebaikan.
Yakinlah, bahwasanya Allah SWT selalulah Maha Tahu akan jalan terbaik yang HARUS dilalui hamba-Nya untuk kehidupan mereka yang lebih baik di masa yang akan datang. Allah SWT selalu punya cara untuk membuat kita tersenyum lebar dengan hati seringan kapas, tapi dipenuhi rasa syukur dan pujian yang tak terhingga kepada-Nya.
Sudah siapkah kita bersyukur terhadap semua pemberian-Nya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Umar bin Khattab Menebas Kepala seorang Muslim

Hari itu Madinah gempar. Apa pasal? Mereka mendengar Umar bin Khattab ra. menebas kepala seorang muslim yang mengadukan perkara kepadanya. Tentu saja para sahabat banyak yang menyayangkan keputusan Umar ra. yang nampak gegabah dan “berdosa”–sebab membunuh seorang muslim dosanya sangatlah besar. Seperti disebutkan dalam hadis rasulullah SAW: Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Buat Apa sih LKMM itu? Nggak Penting Banget!

Buat sahabat semua, baik yang pro ataupun kontra dengan pendapat Ane. Ane terbuka aja. Ini adalah negara bebas. Kita bebas untuk berpendapat seperti yang dijamin oleh UUD 1945 (Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D Ayat 1 dan 2, Pasal 28E Ayat 2 dan 3, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I ayat 1,2,4 dan 5, serta pasal 28J) selama jangan asal bunyi dan tanpa dalil. Ane memberikan kesempatan untuk berdiskusi lebih jauh. Silahkan comment aja di  blog Ane , e-mail Ane , atau  Wall FB Ane disana juga ada nomor kontak Ane yang bisa dihubungi. OK? *** Satu bulan terakhir ini adalah masa-masa gejolak pergolakan keimanan Ane di perantauan. Ada dua hal bertentangan yang amat sangat mengganggu pikiran Ane dan mungkin juga Mahasiswa MIPA 2010 lainnya. Sebuah acara yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (yang katanya suatu badan yang demokratis) untuk para Mahasiswa baru 2010, yang (katanya) akan menjadi hal yang berguna buat masa depan para Mahasiswa baru.

Aku Malu Jadi Orang Indonesia

Sebenarnya note ini sudah lama sekali ditulisnya, kira-kira sejak sebelum Ujian Nasional. Kala itu kalau tidak salah ada begitu banyak berita tentang korupsi para pejabat negara di Televisi. Entah apa yang ada di pikiran Ane saat itu. Tapi yang pastinya note ini tertuang dengan berbagai macam campuran rasa di dalam dada: sedih, kesal, marah, berang, muak, kasihan, de-el-el, de-es-be, de-es-te. So, chekidot. Aku malu jadi orang Indonesia yang suka menjilat Aku malu jadi orang Indonesia yang suka korupsi Aku malu jadi orang Indonesia yang suka mencuri Aku malu jadi orang Indonesia yang suka maling tapi teriak maling Aku malu jadi orang Indonesia yang suka bicara tapi sedikit bertindak Aku malu jadi orang Indonesia yang suka menghayal tapi tidak pernah bergerak